1. Nama Desa Sunyalangu
Diawali oleh perjalanan seorang pengembara yang bernama Ki SURA KETAPA sekitar abad ke 18. Nama Ki SURA KETAPA merupakan nama sebutan orang yang ditemukan disebuah pinggiran sungai yang batu kalinya berlubang sehingga sungai tersebut diberi nama sesuai dengan karakter bebatuan sungai yaitu sungai GROWONG (Gowong pada saat sekarang).
Diceritakan bahwa disekitar pertapa tersebut bertapa (Meditasi) timbul bau yang langu (pekat) disamping tempatnya yang sunyi karena masih berupa hutan yang lebat. Usut punya usut ditempat yang sunyi dan berbau langu tersebut timbul berasal dari sebuah gundukan yang berlumut dan ditumbuhi akar rumput yang menyelimuti gundukan. Setelah gundukan tersebut dibuka ternyata didalamnya terdapat sosok manusia yang masih hidup namum diam tak bergerak dan masih dalam posisi tapa (meditasi). Kemudian pertapa tersebut dibangunkan dari tapanya, pertapa tersebut ternyata tidak dapat diajak berkomunikasi karena lidahnya tidak dapat untuk berbicara karena saking lamanya beliau bertapa. Melalui do’a-do’a dan ritual maka atas izin Alloh SWT do’a dan ritual dikabulkan pertapa tersebut dapat berbicara sehingga dapat menceritakan kisah perjalanannya. Dengan ditemukannya pertapa tersebut bertepatan dengan bulan SURA (bulan jawa) maka beliau dijuluki atau diberi gelar Ki SURA KETAPA.
Disinilah awal cerita nama desa SUNYALANGU berasal dan tidak lepas dari sejarah ditemukannya pertapa (Ki SURA KETAPA) ditempat yang sunyi dan berbau (langu) maka disekitar wilayah tersebut SUNYALANGU. Filosofi dari nama tersebut dikandung maksud berupa do’a bahwa kelak dikemudian hari siapapun yang menempati daerah tersebut dijauhkan dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian kata SUNYALANGU dapat diartikan SUNYA artinya sepi / jauh dan LANGU artinya bau yang tidak enak atau perbuatan yang tidak baik maka kalau digabungkan menjadi Desa yang jauh dari perbuatan/perilaku tidak baik.
2. Nama-nama dusun/grumbul
Perjalanan Ki SURA KETAPA tidak sampai didaerah yang diberi nama SUNYALANGU saja kemudian beliau melanjutkan perjalanannya sehingga ditemukan daerah-daerah yang kemudian diberi nama sesuai dengan keadaan lingkungan ataupun karakteristik daerah yang ditemui. Daerah-daerah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dusun Walisanga / Walangsanga
Dusun Walisanga / Walangsanga letaknya kuranglebih 1 Km disebelah selatan
Sunyalangu adalah nama grumbul hasil perjalanan Ki SURA KETAPA yang konon beliau menemukan tumpukan kayu yang dipersiapkan untuk mendirikan sebuah masjid oleh salah satu dari walisongo maka daerah tersebut dinamakan Walisongo yang oleh lidah jawa menyebutnya Walangsanga.
b. Dusun Karangtengah
Perjalanan Ki SURA KETAPA dilanjutkan kearah utara dan sampailah pada daerah yang letaknya lebih tinggi dari pada Dusun Sunyalangu maka daerah tersebut dinamakan Gunungwetan. Perjalananpun dilanjutkan kearah utara dan menemukan sebuah batu (Karang) besar maka oleh Ki SURA KETAPA daerah tersebut dinamakan Dusun Karangtengah sekarangpun batu besar tersebut masih ada letaknya berada disawah sebelah timur dusun Karangtengah. Pada masa Pemerintahan dibawah Kepemimpinan Kepala Desa Sunyalangu ke 4 (Bapak Suhadi) tahun 1993 Dusun Karangtengah dipecah menjadi 2 Dusun yaitu Dusun Karangtengah Lor dan Dusun Karangtengah Kidul yang meliputi Dusun Gunungwetan maka nama dusun Gunungwetan berganti nama menjadi Dusun Karangtengah Kidul.
c. Dusun Kejubug
Dusun Kejubug menurut cerita adalah masih merupakan hasil perjalanan Ki SURA KETAPA kearah utara. Perjalanan beliau sampai disuatu tempat yang terdapat pohon besar dengan bunga yang cukup indah dan lebat pohon tersebut adalah jenis pohon Kejubung (Kejubug) yang kemudian nama pohon tersebut melekat pada daerah itu sehingga Dusun Tersebut dinamakan Dusun Kejubug. Letak geografisnya berada 2 Km arah utara Dusun Sunyalangu berbatasan langsung dengan hutan negara dan kalau ditelusuri disebelah utara hutan yang masuk dalam pangkuan desa Sunyalangu adalah daerah Kabupaten Pekalongan. Interaksi dusun kejubug dengan hutan merupakan simbiosis mutualisme artinya hutan dapat memberikan penghidupan yang cukup apabila penduduk sekitar dapat menjaga ekosistem yang tedapat dihutan tersebut.
d. Dusun Cibun
Dusun Cibun secara implisit tidak diceritakan dusun ini berasal dari perjalanan Ki SURA KETAPA namun di dapat dari sejarah heroik seorang tentara pejuang kemerdekaan yang masa itu masih dalam zaman penjajahan Belanda yang bernama SIBUN (Cibun) dengan pangkat Kolonel atau dikenal dengan nama Kolonel SIBUN.
Dusun Cibun saat ini didiami oleh sekitar 55 Kepala Keluarga (KK) letak geografisnya berada disebelah timur laut hutan negara yang membelah antara Dusun Sunyalangu sebagai pusat pemerintahannya dengan Dusun Cibun dengan jarak tempuh melalui jalan setapak hutan kurang lebih 7 Km namun kalau melalui jalan aspal dapat mencapai jarak antara 14 Km ke pusat pemerintahan Desa Sunyalangu. Disebelah timur dudun cibun merupakan sungai yang cukup besar yang bernama sungai Logawa sebagai batas administratif wilayah kecamatan Karanglewas dengan Kecamatan Kedungbanteng. Untuk dapat berinteraksi dengan wilayah sekitar sebelum dibangun jembatan gantung dari kerangka besi warga dusun Cibun membangun jembatan yang terbuat dari batang bambu,kerap kali ketika sungai tersebut mengalami banjir maka jembatan bambu hilang terbawa banjir. Pernah disuatu ketika pada tahun 2002 dusun Cibun terisolir selama 7 hari 7 malam karena hujan dan mengakibatkan sungai Logawa disebelah timur banjir besar dan sungai Tembong yang letaknya ditengah hutan sebelah barat dusun Cibun juga banjir besar sehingga warga tidak berani untuk menyeberanginya. Namun sekarang akses masuk ke dusun cibun sudah cukup baik karena sudah dibangun jembatan gantung yang bisa dilalui kendaraan roda dua. Disamping kanan dan kiri jembatan gantung tersebut terdapat daerah dengan panorama alamnya sangat indah.
e. Dusun Semaya
Letak dusun Semaya sama dengan dusun Cibun yaitu berada disebelah timur laut hutan negara namun administrasinya masuk dalam wilayah Desa Sunyalangu Kecamatan Karanglewas. Jarak ke pusat pemerintahan kurang lebih 24 Km dan letaknya merupakan wilayah paling ujung utara Desa Sunyalangu dengan jumlah penduduknya tahun 2010 mencapai angka ± 1.300 jiwa atau ± 1/3 dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Sunyalangu dengan Kepala Keluarga sebanyak ± 300 KK . Dusun Semaya menurut cerita berasal dari petuah/sabda orang sakti dan berpengaruh yang berdiam diri disekitar dusun tersebut dengan sabdanya bahwa dusun ini kelak akan mengalami kejayaan dan kemakmuran. Sabda orang tersebut dapat diartikan menjadi semaya (janji dalam bahasa Indonesia) sehingga sebutan Semaya (janji) sangat melekat ke daerah tersebut maka sampai dengan sekarang dusun tersebut dinamakan Dusun Semaya. Pembuktian sabda tersebut cukup terbukti dengan potensi yang dimiliki dusun tersebut.
Dusun semaya mempunyai potensi sawahnya yang luas dan merupakan sentra padinya Desa Sunyalangu sehingga tingkat pendapatan perkapita masyarakatnya tertinggi di dibanding dengan dusun-dusun yang lain.
Disamping potensi sawahnya yang luas perkembangan teknologi juga sudah merambah ke dusun semaya ini. Hal ini dibuktikan dengan masuknya investasi yang cukup besar berupa proyek Pembangkit Tenaga Mikro Hidro yang masuk ke wilayah dusun semaya dan pada saat ini sudah memasuki tahap pelaksanaan dan objek rekreasi air yang sudah beroperasi.
f. Dusun Cokaciri
Dusun cokaciri merupakan dusun yang berdirinya paling akhir berpenghuni sekitar 20 Kepala Keluarga (KK). Dilihat dari karakteristik nama dusun tersebut berada diatas tebing sungai Logawa sebelah timur dusun Kejubug yang luasnya hanya sekitar 1,5 Ha
3. Sejarah terbentuknya Pemerintahan Desa Sunyalangu
Sejarah Pemerintahan Desa Sunyalangu secara eksplisit diketahui dari peran sesepuh Desa Sunyalangu yang dapat memerintah dan mempengaruhi lingkungannya agar mau melaksanakan perintahnya. Pemimpin yang kala itu menjalankan roda pemerintahannya masih bergelar Lurah dan struktur organisasinya sangat simpel hanya ada jabatan Lurah, Kayim danKebayan. Tugas Pokok dan Fungsi Kayim adalah mengurusi orang yang meninggal dunia sedangkan Kebayan bertugas memberitahukan perintah Lurah kepada masyarakat Hal ini berlangsung dari tahun 1903 – 1960 pada masa kepemimpinan Ki MADRAJI sampai dengan Ki SASTRO DIHARJO. Pola pemilihan lurah sudah menggunakan pemilihan secara langsung dengan jumlah anggota terbanyak namun sistemnya masih sangat sederhana yaitu jumlah penduduk yang bergabung kepada calon lurah lebih banyak dibanding peserta yang lain. Masa jabatan Lurah pada masa itupun belum diatur secara yuridis formal oleh undang-undang sehingga jabatan lurah berlaku setelah dipilih sampai dengan meninggal dunia. Struktur organisasi dan tata kerja dan sistem pemerintahan mulai tertata berlaku cukup efektif sejak tahun 1962 pada masa pemerintahan dibawah Lurah/Kepala Desa H.Syakur Marzuki perangkat organisasi bertambah sehingga jabatan-jabatan terisi seperti Lurah menjadi Kepala Desa, Jabatan Carik (sekarang sekretaris desa), Jabatan Pulisi Desa (sekarang kepala urusan), Jabatan Bau (sekarang kepala dusun).
Sistem pemilihan secara langsung dalam pemilihan Lurah/Kepala Desa sudah mencerminkan nuansa demokrasi pada masyarakat terendah sudah berjalan terlebih dahulu dibanding masyarakat perkotaan hanya saja sistemnya yang masih sangat sederhana namun semangat kegotongroyongannya sampai dengan sekarang tergolong masih sangat tinggi.
Hirarki kepemimpinan pemerintahan di Desa Sunyalangu tercatat sebagai berikut :
1. Ki MADRAJI Tahun 1903 – 1928
2. Ki SASTRO DIHARJO Tahun 1928 – 1960
3. H.SYAKUR MARZUKI Tahun 1962 – 1981
4. SUHADI (Pjs Kepala Desa) Tahun 1981 – 1985
5. SUHADI (Hasil Pemilihan) Tahun 1985 – 1995
6. TOLKHAH MANSUR Tahun 1995 – 2002
7. MUKSON (periode ke 1) Tahun 2002 – 2007
8. MUKSON (Periode ke 2) Tahun 2007 – sampai dengan sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar